Cerpen yang Pertama Kalinya Dilombakan, tapi Alhamdulillah belum menang #kasihan :DPagi ini udara begitu sejuk, semilir angin berhembus begitu lembut menusuk hingga ke tulang rusukku. Kicauan burung-burung itu terasa begitu merdu. Ah, semua pasti terasa sangat indah. Dari kejauhan aku mendengar suara anak-anak perempuan, entah berapa umurnya, tapi sepertinya mereka masih kanak-kanak dan sedang berolahraga bersama temannya. Mereka sepertinya bahagia sekali, tertawa bersama. Mungkin mereka membicarakan hal yang menarik, entahlah apa yang mereka bicarakan. Yang jelas canda dan tawa meliputi mereka. Aku tak bisa melihat semua keindahan dan rasa kebahagiaan itu. Aku hanya bisa mendengar dan merasakan. Panti ini sudah menjadi bagian dari hidupku. Kak Zahra, Ibu Zainab dan Pak Zainal pemilik Panti dan tentunya anak-anak yang berada di Panti. Namaku Humaira saat ini usiaku tujuh belas tahun. Aku di sekolahkan di Sekolah Luar Biasa Islam. Aku kelas sebelas.****
“ Hai, Humaira. kamu sedang apa disini ?” terdengar suara kak Zahra yang begitu lembut.“Aku hanya ingin duduk disini saja kak, sambil menghirup udara sejuk di pagi hari ini” dengan senyuman manisnya.“Akhir-akhir ini Kak Zahra sering melihatmu sendiri. Tidak ikut bergabung dengan teman-teman kamu. Ada sesuatu yang kamu pikirkan?” tanya Kak Zahra.“ Kakak bukannya sudah tau aku suka menyendiri tanpa seorang pun?” jawab Humaira“ Tapi kali ini aku melihat ada yang berbeda. Kamu nggak mau berbagi cerita dengan kakak?” sambil memegang tangan Humaira“Aku, aku (tiba-tiba meneteslah air mata Humaira). Aku rindu dengan keluargaku, aku rindu dengan orang tuaku, Ibu dan Ayah. Aku , aku (menangis terisak-isak) ingin melihat alam ini, aku ingin melihat betapa indahnya alam ini ciptaan-Nya. Aku tak pernah bisa merasakan apa yang Kak Zahra rasakan”“Humaira sayang, mengapa kamu berpikir seperti itu? Bukankah selama ini kau tak pernah berpikir seperti itu, bukankah justru kau yang memberikan semangat kepada teman-temanmu dan selalu tampak bersyukur” jawab Kak Zahra“Kak, ketahuilah aku hanya manusia biasa yang memiliki perasaan ,yang bisa berpikir. Aku hanya manusia yang lemah, manusia biasa yang bisa merasa sesak, sedih, sesal atau sekalipun bahagia. Aku diciptakan sebagai manusia, manusia bisa merasakan ,merasakan apa yang sedang terjadi di hidupnya. Aku hanya manusia biasa” semakin terisak tangisan Humaira.“Iya, aku mengerti aku mengetahui itu Humaira. Tapi perlu kamu ketahui kamu memiliki banyak kelebihan dibalik kekuranganmu. Kamu bisa menghafal ayat-ayat Al-Quran, lebih dari sepuluh juz. Kamu bisa membaca ayat Al-Quran dengan suara merdu dan lembut, kamu bisa menulis kata-kata indah, kamu bisa melukiskan alam ini. Dengan matamu yang buta, kamu bisa melukiskan betapa indahnya alam ini, itu kelebihan yang kau punya dan tidak semua orang bisa sepertimu. Bahkan aku tak punya apa yang kau miliki” memeluk Humaira sambil menghapus air matanya.“Kakak, apakah hidup ini adil untukku? Aku buta sejak kecil, aku tak punya orang tua. Apakah hidup ini adil?” tanya Humaira.“Tentu saja, hidup ini adil. Setiap orang memiliki orang tua, mungkin Allah telah menakdirkan kamu tinggal di Panti Asuhan ini. Rencana Allah jauh lebih indah dari yang kita duga” nasihat Kak Zahra.“Selain itu apa buktinya Kak?” tanya Humaira“Bukti? Banyak, kalau setiap hari hanya ada siang hari, kapan manusia bisa beristirahat dan tidur, kalau setiap manusia hanya merasakan kebahagiaan dia tidak akan merasakan kesedihan, kepahitan yang akan membuat kita kuat dengan hidup ini. Allah Maha Adil, Allah menciptakan semua ini tentu ada manfaatnya dan ada sebab akibatnya. Ada musim kemarau dan musim hujan, ada siang dan malam, bahagia sedih, hitam putih dan baik buruk. Adil bukan?“Iya, Kak Zahra benar. Aku terlalu bodoh cara berpikirku sangat pendek. Padahal selama ini Kak Zahra, Bu Zainab dan Pak Zainal sering memberikan nasihat, sering memberikan makna hidup dan kehidupan ini” jawab Humaira“Tidak sayang, kamu tidak bodoh” mencium pipi Humaira yang kemerah-merahan itu.Ternyata dari tadi, semua orang di Panti mendengar pembicaraanku dengan Kak Zahra.“Aduh Kak Zahra dan Kak Humaira so sweet ya ,nangis bareng sambil berpelukan. Mau dong dipeluk” sahut Diah, yang masih kanak-kanak“Iya Diah, mereka nggak ngajak-ngajak kita” sahut Bu Zainab“Semoga kamu dapat mengambil pelajaran Humaira. Dan untuk kalian tetaplah saling menguatkan satu sama lain. Tetaplah saling berbagi dalam suka dan duka, dan jadikan hidup ini sebagai sebuah pelajaran dan setiap saat kita harus tetap introspeksi diri” kata Pak Zainal“Aduh, Pak Zainal ngomong apa sih intopeksi. Udah tau kita nggak ngerti, emang ya orang dewasa kalau ngomong suka aneh” sahut Diah dan Nisa“Haduh, kamu ini. Introspeksi sayang, bukan intopeksi” sahut Dinda yang suka meledek Diah dan Nisa.“Yee, terserah kita dong Kak Dinda mau ngomong apa. Wee” sambil meledek“Ih kamu dikasih tahu juga” dengan wajah kecutHaha, semua tertawa bersama melihat kelakuan Diah ,Nisa dan Dinda. Lalu kami bergegas ke dalam Panti, karena langit begitu gelap bertanda hujan akan datang. Kami berkumpul bersama di ruang depan Panti, bercanda dan tertawa bersama.
***
Keesokan Harinya,Adzan berkumandang, ayam-ayam berkokok bersahut-sahutan. Aku segera beranjak dari tempat tidurku lalu mengambil air wudhu. Lagi-lagi si Diah, susah dibangunin dan si Dinda yang jahil membangunkan Diah.“Diaaahhh, bangun adzan subuh sudah berkumandang” sambil menggelitik Diah.“Iih, Ka Dinda nih selalu saja begitu. Bangunin aku selalu dengan cara yang kayak gitu, nggak seperti Kak Zahra dan Kak Humaira” dengan wajah kesal.“Sudah, sudah jangan bertengkar. Ayo Diah bangun kita shalat subuh berjamaah dan kamu Zahra cepat ambil air wudhu” suara lembut Humaira.“Iyaaa, Kak Humaira” sahut Diah dan Dinda.Inilah hidup kami, setiap hari kami shalat berjamaah. Dan saling menasehati.
***
Undangan LombaBurung-burung berkicau riang dengan suara merdu, menari-nari indah membentuk formasi yang penuh makna. Kini matahari mulai menghilang ke peraduannya, di belahan barat tampak semburat rona kemerahan.“Ehem, kamu hebat ya. Kamu tak bisa melihat tapi kamu benar-benar bisa melukiskan dan menggambarkan betapa indahnya alam ini” mengagetkan Humaira“Eh, Kak Zahra. Oiya Kak, aku ingin memberikan informasi dari sekolahku” jawab Humaira“Iya, apa itu?” tanya Kak Zahra“Begini Kak, sehabis pulang sekolah hari jumat. Aku dapat undangan dari guru agamaku. Aku disuruh ikut lomba MTQ dan mebaca puisi Kak. Tapi aku malu, aku nggak berani” dengan suara pelan.“Oh ya, kamu dapat undangan lomba MTQ, Humaira” suara kencang“Ssstt, Kak jangan kencang-kencang aku malu. Lombanya besok Kak” berbisik“Emang malu kenapa? Suara kamu bagus loh kalau lagi ngaji. Bisa dilantunin lagi, ada nadanya gitu” jawab Kak ZahraKak Zahra langsung lari mengelilingi halaman Panti dan memberitahukan kepada semuanya kalau Humaira dapat undangan lomba MTQ dan membaca puisi.“Ada apa ini Zahra” sahut Bu Zainab dan Pak Zainal“Humaira dapat undangan dari sekolah untuk ikut lomba MTQ dan membaca puisi” dengan nada riang.“Oh, benar itu Humaira?” tanya Pak Zainal“(Humaira tertunduk dengan wajah pipi yang semakin memerah), eem iya Pak, Bu”“Ibu rasa suara kamu sangat merdu kalau baca Al-Quran apalagi ketika kamu membaca surat Ar-Rahman dan kamu kan sangat cerdas membuat puisi” mengusap wajah Humaira“Iya, Kak Humaira. Pokoknya Kakak harus ikut, suara Kakak bagus Kakak juga suka bacain puisi untuk aku. Kalau nggak ikut nanti aku ngembek” teriak Diah“Eem, iya deh aku ikut lombanya” jawab Humaira.
***LombaWaktu terasa begitu cepat. Hari ini hari senin, semua orang di Panti ini sangat sibuk. Aku yang mau lomba, tapi mereka juga ikut sibuk“Humaira, kamu sudah siapkan apa saja yang dibutuhkan saat lomba nanti? Tanya Bu Zainab“Iya, sudah bu” jawab Humaira“Jangan tegang ya sayang, jangan lupa baca basmallah” mencium pipi Humaira“Oke ,bu” mencium tangan Bu Zainab“Ayo kita berangkat” Kak Zahra menarik tangan Humaira“Ayo, berangkat. Bismillahirrohmanirrohim”Setelah sampai di tempat, aku tambah deg-degkan. Banyak sekali pesertanya.“Kamu, kenapa Ra?” tanya Kak Zahra“Aduh, aku deg-degkan nih Kak. Banyak banget pesertanya”“Tenang sayang. Tenang” memegang tangan Humaira yang dinginSetelah menunggu dua jam, akhirnya namaku dipanggil. Aku segera ke panggung.“Kamu, pasti bisa!” bisik Kak Zahra“Bismillahirrohmanirrohim” beranjak dari bangkunya.“Audzubillahiminassyaitanirrojim bismillahirrohmanirrohim. Ar rahman, alamal qur’an” suaranya merdu begitu merdu juga lembut.Semua orang tercengang. Semua mata tertuju pada Humaira. Juri pun terpesona mendengar suara Humaira. Dan setelah Humaira membaca surat Ar-Rahman, semua bertepuk tangan. Selesai sudah MTQ nya, tapi masih ada satu lagi. Membaca puisi. Aduh, aku memang suka membuat puisi tapi aku kalau membacanya kurang menghayati. Tiba-tiba namaku dipanggil panitia. Kok cepat banget ya, apa yang ikut lomba ini tidak terlalu banyak seperti MTQ. Aku langsung ke panggung dan mengambil posisi yang baik.“Bismillah” dalam hati“Puisi ini aku persembahkan untuk seorang perempuan yang telah melahirkanku ke dunia ini, walau aku tak tahu entah dimana ia berada”Bunda.. (meneteslah air mata Humaira)Bunda, dimanapun engkau berada kau tetap bundaku..Seburuk apapun dirimu, kau tetap bundaku..Bunda, andai kau disini aku akan mencium keningmu dan mengatakan aku sayang bunda..Bunda, ketahuilah aku tidak pernah membencimu sedikitpun..Bunda, aku memang tak pernah merasakan lembutnya belaian tanganmu.Tidak bisa melihat teduhnya wajahmu. Tapi aku merasakan bahwa kau seorang perempuan yang begitu lembut.Seorang yang memiliki wajah yang teduh.
***
Setelah selesai mengikuti lomba MTQ dan puisi. Semua peserta menunggu keputusan dari juri. Setelah diumumkan ternyata aku juara satu MTQ dan juara dua membaca puisi. Aku pikir, tidak akan menang.“Wah, Ra. Kamu menang, kamu memang hebat!” mencium pipi Humaira“Aku juga kaget Kak. Alhamdulillah”Aku membawa pulang piala dan piagam. Sungguh, ini benar-benar luar biasa.Sampai di Panti, semua langsung menghampiriku.“Gimana, Kak Humaira? Tanya Diah, Nisa dan Dinda“Gimana hasilnya? Tanya Bu Zainab dan Pak Zaial“Alhamdulillah, juara pertama MTQ dan juara kedua membaca puisi” jawab Humaira“Wah, selamat Kak. Asik, kita akal ditraktir nih, uhuy” teriak Diah“Kamu memang hebat Humaira. Itulah yang kami banggakan darimu. Walaupun kau buta dan harus belajar huruf Braille. Tapi kau sangat cerdas kau bisa belajar dengan cepat bahkan kau bisa menghafal Al-Quran” Pak Zainal“Jadi, jangan permah kamu berpikir hidup ini tidak adil ya sayang. Karena kekuranganmu juga kelebihanmu” mencium pipi Humaira“Ya, benar kata Umi kekuranganmu juga kelebihanmu. Aku bangga punya saudara sepertimu” memeluk Humaira“ Terima kasih semuanya. Aku sangat bahagia memiliki kalian. Aku sangat bersyukur bisa memiliki kalian. Ini semua sungguh lebih dari cukup. Maaf ya Allah aku sempat berpikir negatif” menangislah Humaira.Lalu suasana pantai menjadi haru, menjadi hening. Kami saling berpelukan. Dan mereka adalah sumber inspirasiku, selalu memberi motivasi, dan mengajariku untuk selalu bersyukur. Terima kasih ya Rabb--The End--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar