Sore tadi kamu melihat lelaki tua berjalan tertatih,
napasnya tersengal. Kamu menatapnya lamat-lamat, kamu pun mendekati lelaki tua
itu. Ada kesedihan yang terpancar pada wajah lelaki tua. Kamu pun menegurnya, “
sini Pak saya bantu dorong gerobaknya,” kamu tersenyum sambil mendorong gerobak
miliki lelaki tua. Sepanjang jalan lelaki tua itu hanya memandangimu saja,
mungkin ia kagum dengamu, sebab masih ada anak muda memiliki kepekaan. Kamu
tidak hanya melakukan hal tersebut satu atau dua kali, tapi berkali-kali selama
berbulan-bulan.
Lelaki
tua itu menyapamu, “Nak, mengapa kau baik sekali? Mau menolongku padahal
setauku anak muda sekarang ini kan biasanya gengsinya tinggi sekali,” kamu
sontak mendengar kalimat dari lelaki itu. Kau pun menjawab lembut, “Pak, bagi
saya bahagia adalah ketika saya mampu membuat orang lain tersenyum. Bahagia
adalah ketika saya mampu menolong orang lain,” kamu tersnyum sambil
membersihkan peluh yang membasahi wajah lelaki tua itu.
Hari
ini kamu menyiapkan tenagamu untuk menolong lelaki tua. Kamu membawakan makanan
dan pakaian untuk lelaki itu. Wajahmu sungguh sangat merekah bak bunga indah. Lalu
kamu pun langsung datang ke rumah lelaki tua itu, di sana ramai sekali. Kamu melihat
ada perempuan yang kamu kenal: perempuan itu ternyata ibumu. Ibu yang
bertahun-tahun telah meninggalkanmu. Ribuan pertanyaan menyesakkan dadamu, “mengapa
ibu ada di sini?” perempuan tua sontak mendengar suaramu dan wajahmu, “kamu. Aku,
dialah ayahmu, Nak,” kamu semakin bingung dan tidak mengerti. Kamu pun
bertanya, “maksud ibu lelaki tua itu ayahku? Tapi kenapa ibu selalu mengatakan
ayah sudah meninggal?” tubuhmu hampir jatuh, genangan air matamu deras
membasahi wajahmu. Kini lelaki tua itu, ayahmu telah meninggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar