Minggu, 10 Mei 2015

LELAKI GEROBAK TUA


             Sore tadi kamu melihat lelaki tua berjalan tertatih, napasnya tersengal. Kamu menatapnya lamat-lamat, kamu pun mendekati lelaki tua itu. Ada kesedihan yang terpancar pada wajah lelaki tua. Kamu pun menegurnya, “ sini Pak saya bantu dorong gerobaknya,” kamu tersenyum sambil mendorong gerobak miliki lelaki tua. Sepanjang jalan lelaki tua itu hanya memandangimu saja, mungkin ia kagum dengamu, sebab masih ada anak muda memiliki kepekaan. Kamu tidak hanya melakukan hal tersebut satu atau dua kali, tapi berkali-kali selama berbulan-bulan.
               Lelaki tua itu menyapamu, “Nak, mengapa kau baik sekali? Mau menolongku padahal setauku anak muda sekarang ini kan biasanya gengsinya tinggi sekali,” kamu sontak mendengar kalimat dari lelaki itu. Kau pun menjawab lembut, “Pak, bagi saya bahagia adalah ketika saya mampu membuat orang lain tersenyum. Bahagia adalah ketika saya mampu menolong orang lain,” kamu tersnyum sambil membersihkan peluh yang membasahi wajah lelaki tua itu.
               Hari ini kamu menyiapkan tenagamu untuk menolong lelaki tua. Kamu membawakan makanan dan pakaian untuk lelaki itu. Wajahmu sungguh sangat merekah bak bunga indah. Lalu kamu pun langsung datang ke rumah lelaki tua itu, di sana ramai sekali. Kamu melihat ada perempuan yang kamu kenal: perempuan itu ternyata ibumu. Ibu yang bertahun-tahun telah meninggalkanmu. Ribuan pertanyaan menyesakkan dadamu, “mengapa ibu ada di sini?” perempuan tua sontak mendengar suaramu dan wajahmu, “kamu. Aku, dialah ayahmu, Nak,” kamu semakin bingung dan tidak mengerti. Kamu pun bertanya, “maksud ibu lelaki tua itu ayahku? Tapi kenapa ibu selalu mengatakan ayah sudah meninggal?” tubuhmu hampir jatuh, genangan air matamu deras membasahi wajahmu. Kini lelaki tua itu, ayahmu telah meninggal.

Tidak ada komentar: