Minggu, 19 Juli 2015

Daun-Daun Cintaku Jatuh pada Dirimu


Cerpen ini merupakan cerpen yang kuhadiahkan untuk seorang kakak yang bernama Eliza Fardina, perempuan shalihah, insya Allah muslimah yang taat pada Allah. Ana uhibbuki fillah, semoga kelak kudapatkan cinta yang baik menurut Allah.. aamiin


*****
 
Aku mengagumimu atau bahkan mencintaimu dalam bingkai taatku. Tertegun dalam indahnya akhlakmu, pada manisnya lisanmu, dan tertegun pada tenangnya pandanganmu. Aku mencintaimu dalam diamku, kupegang erat dan kujaga. Aku tak pernah meminta rasa ini. Seperti daun yang jatuh berguguran, tak pernah menginginkannya dan tak pernah mengharapkannya. Daun yang jatuh selalu ikhlas dan sabar menerima pemberian dari Rabbnya. Daun yang akan jatuh lalu terbawa angin hingga berada di suatu tempat yang berbeda dari sebelumnya. Menerima dengan ikhlas atas takdir yang telah ditetapkan-Nya.
            Aku mencintaimu, maka biarkan aku tak mengusik khusyuknya ibadahmu. Izinkan aku tak mengusik ketenangan hatimu. Tak mengapa bagiku tak bertegur sapa langsung denganmu. Aku menyapamu dalam setiap doa-doa yang mengalir di antara sujud panjangku. Cukuplah bagi diriku tersenyum lezat melihatmu karena iman pada dirimu semakin bertambah. Biarkanlah aku terus menyebut namamu dalam setiap doa dan sujud panjangku.
***
            Aku tak pernah meminta Allah menurunkan dan mengalirkan rasa ini di rongga rasaku. Aku hanya pasrah menerimanya, namun aku harus tetap menjaganya dengan balutan doa dan iman. Beberapa tahun lamanya aku memendam rasa cinta. Tapi aku pun tahu tak seharusnya cintaku ini melebihi rasa cintaku pada-Nya. Pencarian cintaku dan cintamu ternyata begitu kompleks. Saat itu kau mengirimkan proposal ke beberapa akhwat, namun sayangnya akhwat yang tercatat dalam proposalmu menolakmu.
            Aku hanya tersenyum dan terus memperbaiki diriku, maka aku menata hatiku lebih lembut. Aku tak pernah memaksa dalam doaku. Jika memang kau jodoh terbaikku maka biarkan Allah yang menjaga hatiku dan hatimu lalu cinta kita bersemi indah di pelaminan. Jika ternyata kau bukan jodohku, maka aku pun tahu ada seseorang yang lebih baik darimu.
            Aku tak pernah tahu, adakah balasan cinta darimu? Aku tahu ternyata kau banyak yang mengagumi. Namun kau tetap menjaga hatimu, dan mencoba untuk semakin dekat dengan Rabbmu hingga akhirnya pancaran imanmu terlihat dari wajahmu. Tenang setiap melihat wajahmu, sejuk ketika mendengar lisanmu yang mulai berucap. Nasihat-nasihatmu mampu menyejukkan dan mematikan marah yang mulai membeku.
            ***
            “Ah, itulah bedanya engkau, Zain. Kau dapati kebaikan pada diriku, lalu kau berdoa agar aku segera dipertemukan dengan pasangan hidup terbaikku. Sedangkan aku, mendapati kebaikan pada dirimu lalu aku berdoa, ya Allah aku minta yang itu. Namun aku tak ingin mengurangi rasa cintaku pada Rabbku, maka jika ternyata bukan engkau, aku harus menerimanya dengan ikhlas,” aku menggenggam lembut tanganmu dan menatap langsung dua bola matamu dari jarak yang sangat dekat.
            “Ah, beruntungnya diriku mendapatkan bidadari cantik dan shalihah sepertimu. Bunga cantik yang tetap menjaga kehormatan dengan balutan iman yang menjaga dirimu. Aku tak pernah menyangka jodohku adalah dirimu.” Zaini mengusap lembut pipiku dengan cinta.
            “Kau mencintaiku Mas? Sebesar apa cintamu padaku?” aku tahu ini pertanyaan bodoh, tapi aku ingin mendengar langsung dari lisannya yang indah.
            “Tentu rasa cintaku padamu tak sebesar rasa cintaku pada Rabbku, Rasulullah dan orang tuaku. Namun aku mencintaimu layaknya bunga yang sudah mulai layu, lalu hujan turun tuk membasahi bunga hingga akhirnya sang bunga mekar kembali, cantik dan memesona. Atau seperti telaga yang mampu menghapus dahaga pada dirimu, Za. Dan seperti senja yang tak pernah jemu dan bosan menunggu malam.” Kau membuatku semakin jatuh cinta padamu.
            “Demi Allah, bersyukur dan beruntungnya diriku mendapatkanmu, wahai kekasih hatiku. Ajari aku tuk semakin dekat dan cinta dengan Rabbku. Tuntunlah aku agar semakin tebal iman dan takwa pada diriku. Sungguh, aku mencintaimu karena Allah.”
            “Pun dengan aku Za, bidadari tercantikku. Aku mencintaimu karena Allah. Aku akan berusaha membimbingmu agar kau tetap dicintai dan disayangi dengan Rabbmu. Sungguh bersyukur diriku mendapatkan engkau. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustai?” kata-katamu tak pernah aku lupakan. Aku simpan baik-baik dalam bingkai hatiku.
            Cinta bak telaga yang menghapus dahaga saat haus mulai menyergap. Cinta murni akan selalu tertuju pada yang Maha mencintai. Cinta seperti senja yang menghiasi sore, tak pernah jemu dan tak pernah lelah. Saat ijab kabul terucap dari bibirmu, aku merasa berada di taman yang paling banyak itemani bunga-bunga indah. Saat kau menggenggam erat dan lembut tanganku terasa bagai daun-daun yang jatuh berguguran. Dosa yang dulu aku takuti kini berguguran. Cinta, dalam heningnya aku tetap menjaga bingkai hatiku yang sudah tertata rapi dalam takwa. Bahagia adalah ketika cintamu dipertemukan dalam ikatan suci, bukan sandiwara yang terekam dalam pacaran.
-        Selesai -  

Jakarta, 11 Februari 2015

Tidak ada komentar: