Minggu, 27 September 2015

Bagaimana Kalau Bukan Kamu?

Bagaimana jadinya ketika aku sudah terlalu lama memendam rindu bahkan rasa yang terkadang mengusuk ketenangan diriku, tiba-tiba lenyap oleh ribuan kecewa yang tak kuinginkan? Namun, aku harus menerimanya dengan ikhlas walau berat sekali untuk menerimanya.

Bagaimana jika seseorang yang aku impikan itu adalah kamu, tetapi takdir menuliskan bukan kamu? Padahal aku memimpikan sejak lama, dalam hening dan dalam jarak jauh yang membuat kita tak pernah bersua lagi melalui apapun.

Bagaimana jika aku sudah terlalu lama menyebut namamu, akan tetapi takdir memilih yang lain, bukan kamu? Padahal boleh jadi kerap kali aku menyebut namamu setiap sujud panjang dan dalam doa-doaku yang tenggelam bersama Rabbmu.

Bagaimana jadinya jika aku sudah terlalu lama menyembunyikanmu dari segala hiruk-pikuk tawaan karib-karib kita? Mencoba bersembunyi di balik sesak yang menggumpal. Mencoba bercerita di atas ketidakbenaran yang tak perlu diperbincangkan.

Bagaimana rasanya ketika harapan-harapan aku untuk membangun mahligai cinta karena-Nya bersamamu tiba-tiba runtuh sebab angin yang membuat harapan itu runtuh dan terbawa angin, lalu pergi? Itu bukan hasrat angin ingin meruntuhkan harapan-harapanku, tetapi takdirlah yang membisikannya.

Bagaimana rasanya ketika aku terlalu sering menuliskanmu pada setiap tulisanku, pada setiap bait-bait yang kugoreskan pada setiap lembar kertas putih, pada setiap rekaman kata-kataku terlahir dari jiwa yang tahir? Pada akhirnya semua kalimat-kalimatku lambat laun akan terhapus dari segala ruang memoriku, sebab ternyata bukan kamu yang tertulis dalam Lauh Mahfuzh yang dicatat-Nya.

Bagaimana jika takdirku bukan terletak padamu? Apakah Allah bisa meruntuhkan segala rasa itu? Rasa yang berkecamuk dalam dada dan pikiran. Bagaimana caranya agar aku benar-benar mampu melepaskan dan mengikhlaskanmu, sebab bukan kamu yang Allah pilihkan untukku. Sebab nanti akan ada laki-laki pilihan-Nya yang mungkin pilihan terbaik untukku dari-Nya, bukan pilihan terbaik menurutku.

Sadarlah, bahwa terkadang aku memang harus mempersiapkan segala sesuatu yang mungkin saja bisa terjadi. Cepat atau lambat. Bahagia atau sedih. Cemas atau penuh harap.

Tidak ada komentar: