A. Pendahuluan
Bahasa merupakan
suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran)
yang bersifat arbitrer, yang diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata.
Ia merupakan symbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia harus diberikan makna tertentu. Simbol adalah tanda yang diberikan
makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap panca indera.
Bahasa memunyai
ciri utama yang merupakan hakikat bahasa. Dengan mengetahui aneka prinsip dasar
bahasa maka para guru telah mempunyai modal utama dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari. Bahasa juga mempunyai fungsi yang beraneka ragam.
Bahasa itu
dinamis selalu berubah-rubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Oleh karena itu kita tidak perlu heran bahwa bahasa tidak memaiinkan peranan
yang ponstans pada situasi sosial yang berbeda. Peranan dan fungsi bahasa
bergantung kepada situasi dan kondisi, bergantung pada konteks.
Bahasa adalah
alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam
kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya bahasa proses sosialiasi tidak akan
berjalan dengan baik dan lancar. Bahasa merupakan hal yang paling penting yang
dimiliki oleh setiap manusia di dunia. Bahasa dapat mempengaruhi manusia. Kalau
penutur ingin menyampaikan sesuatu dan penutur ingin mengetahui respond si
pendengar, maka si penutur bisa melihat umpan balik, yang dapat terwujud
melalui perilaku tertentu yang dilakukan pendengar setelah mendengar ucapan
atau ujaran yang disampaikan oleh penutur atau pembicara.
Bahasa
merupakan media untuk manusia agar bisa saling berkomunikasi. Ketika kita
berkomunikasi tentunya dan seharusnya kita menggunakan bahasa yang baik dan
benar agar mudah dipahami. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berkomunikasi.
Namun terkadang banyak orang yang ketika berkomunikasi tidak berjalan dengan
lancar dan baik, tidak efisen dan efektif. Hal tersebut seperti yang
disampaikan oleh Wijana
(1996:450) bahwa seorang penutur akan berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan
konteks, jelas dan mudah dipahami, padat dan ringkas dan selalu pada persoalan
sehingga tidak menghabiskan waktu lawan bicara.
B. Kajian Teori
1. Prinsip Kerjasama
Dalam berkoumunikasi tentu harus ada penutur dan mitra
tutur. Agar
tuturan-tuturan dapat diutarakan dapat diterima oleh lawan bicaranya,
penutur pada lazimya mempertimbangkan secara seksama berbagai faktor pragmatik
yang terlibat atau mungkin terlibat dalam suatu proses komunikasi tersebut
(Wijana, 2004:54). Secara sederhana ada tiga aspek yang dipertimbangkan oleh
penutur dan lawan tutur. Aspek-aspek itu adalah prinsip kerjasama, prinsip
kesopanan dan parameter pragmatik. Agar tuturan-tuturan dapat diutarakan dapat
diterima oleh lawan bicaranya, penutur pada lazimya mempertimbangkan secara
seksama berbagai faktor pragmatik yang terlibat atau mungkin terlibat dalam
suatu proses komunikasi tersebut (Wijana, 2004:54). Secara sederhana ada tiga
aspek yang dipertimbangkan oleh penutur dan lawan tutur. Aspek-aspek itu adalah
prinsip kerjasama, prinsip kesopanan dan parameter pragmatik. Berikut akan dijelaskan
mengenai prinsip kerjasama. Prinsip kerjasama Grice meliputi empat maksim
(prinsip), yaitu.
a. Maksim
Kuantitas
Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan
dapat memberikan informasi yang cukup, relative memadai, dan seinformatif
mungkin. Informasi demikian tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya
dibutuhkan si mitra tutur. Pada prinsip ini pada umumnya memakai bahasa tidak
kurang dan tidak lebih, dan dalam batasan ini penutur berupaya meyakini
seberapa jauh penguasaan mitra tutur tentang informasi yang hendak disampaikan
dan perilaku yang diharapkan.
b. Maksim Kualitas
Dalam maksim kualitas, seorang penutur diharapkan
dengan menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam
bertutur. Pada prinsip kualitas, komunikasi berlangsung dalam realitas konkret
dan abstrak dari aspek-aspek situasi di mana komunikasi itu berlangsung dan
pranata pengetahuan penuturnya.
c. Maksim Relevansi
Di dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar
terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing
hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang
dipertuturkan. Penutur dan mitra tutur dituntut untuk bermakna dan bertutur
dalam permasalahan atau topic yang diangkat sebagai fokus. Dengan demikan,
semua penjelasan, tanggapan, sanggahan, dan tindakan harus memiliki kaitan
dengan topic yang dibicarakan.
d. Maksim Pelaksanaan
Maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta pertuturan
bertutur secara lagsung, jelas, dan tidak kabur. Prinsip Grice berbunyi
“Usahakan perkataan Anda mudah dimengerti” memiliki empat subprinsip, yaitu (1)
hindari pertanyaan yang samar, (2) hindari ketaksaan, (3) usahakan agar
ringkas, dan, (4) usahakan agar Anda berbicara dengan teratur. Prinsip tersebut
berkaitan dengan norma-norma dan cara-cara penyampaian yang serasi
antarpenutur.
Ketika dalam berkomunikasi agar tercipta komunikasi
yang efektif dan efisien, dalam berkomunikasi kita bukan hanya saja memakai
prinsip kerja sama akan tetapi juga jangan sampai lupa memakai prinsip
kesantunan dalam berkomunikasi. Ada beberapa prinsip kesantunan dalam berbahasa
dan berkomunikasi. Prinsip kesantunan menurut Leech (1983) ada beberapa
prinsip.
2. Prinsip Kesantunan
Kesantunan bersifat relatif di
dalam masyarakat. Ujaran tertentu bisa dikatakan santun di dalam suatu kelompok
masyarakat tertentu, akan tetapi di kelompok masyarakat lain bisa dikatakan
tidak santun. Menurut Zamzani,dkk. (2010:2) kesantunan (politeness) merupakan
perilaku yang diekspresikan dengan cara yang baik atau beretika. Kesantunan
merupakan fenomena kultural, sehingga apa yang dianggap santun oleh suatu
kultur mungkin tidak demikian halnya dengan kultur yang lain. Tujuan
kesantunan, termasuk kesantunan berbahasa, adalah membuat suasana berinteraksi
menyenangkan, tidak mengancam muka dan efektif. Kesantunan berbahasa dapat
dilakukan dengan cara pelaku tutur mematuhi prinsip sopan santun berbahasa yang
berlaku di masyarakat pemakai bahasa itu. Jadi, diharapkan pelaku tutur dalam
bertutur dengan mitra tuturnya untuk tidak mengabaikan prinsip sopan santun.
Hal ini untuk menjaga hubungan baik antara
penutur dengan mitra tuturnya.
a. Maksim
Kebijaksanaan
Dalam prinsip
kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada
prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan
keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang berpegang
dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang
santun. Dengan kata lain, menurut maksim ini, kesantunan dalam bertutur dapat
dilakukan apabila maksim kebijaksanaan dilaksanakan dengan baik.
b. Maksim
Kedermawanan
Dengan maksim
kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan diharapkan
dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi
apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan
memaksimalkan bagi pihak lain.
c. Maksim
Penghargaan
Di dalam maksim
penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam
bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Dengan
maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek,
saling mencaci, atau saling merendahkan pihak yang lain.
d. Maksim
Kesederhanaan
Di dalam maksim
kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat
bersikap rendah hati dengan dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya
sendiri. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati apabila di dalam
kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri.
e. Maksim
Pemufakatan
Peserta
tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan
bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan
mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat
dikatakan bersikap santun. Wijana (1996: 59) menggunakan istilah maksim
kecocokan dalam maksim permufakatan ini. Maksim kecocokan ini diungkapkan
dengan kalimat ekspresif dan asertif. Maksim kecocokan menggariskan setiap penutur
dan lawan tutur untuk memaksimalkan kecocokan di antara mereka, dan
meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka.
f. Maksim
Kesimpatisan
Leech
(1993: 207) mengatakan di dalam maksim ini diharapkan agar para peserta tutur
dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya.
Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai
tindakan tidak santun. Orang yang bersikap antipati terhadap orang lain,
apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang
yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat (Rahardi, 2005: 65). Menurut
Wijana (1996: 60), jika lawan tutur mendapatkan kesuksesan atau kebahagiaan,
penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutur mendapatkan
kesusahan, atau musibah, penutur layak turut berduka, atau mengutarakan ucapan
bela sungkawa sebagai tanda kesimpatian.
3. SPEAKING
Bahasa adalah
alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Dalam setiap komunikasi
manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan,
maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Dalam berkomunikasi akan
tercipta peristiwa tutur jika terjadinya atau berlangsungnya interaksi
linguistic dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu
penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok aturan, di dalam waktu, tempat, dan
situasi tertentu. Dell Hymes (1972), seorang pakar sosiolinguistik terkenal,
bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, dengan akronim
SPEAKING.
a. Setting and
Scene. Di sini setting berkenaan
dengan tempat dan waktu terjadinya komunikasi, sedangkan scene
mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan.
b. Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan,
bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima
(pesan).
c. Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.
d. Act
sequence, mengacu pada bentuk ujaran
dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan,
bagaimana penggunaannya dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik
pembicaraan.
e. Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu
pesan disampaikan dengan senang hati, serius, semangat, dengan singkat,
sombong, dan sebagainya.
f. Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti
jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon.
g. Norm, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi.
h. Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti
narasi, puisi, pepatah, doa, dialog, dan sebagainya.
C. Pembahasan
1. Maksim
Kerjasama
a. Maksim
Kuantitas
1) Pemenuhan
Andy :
Apa kabar Pak Untung?
Untung :
Baik
Andy :
Apa benar Anda seorang guru?
Untung :
Insya Allah benar
Andy :
Guru dimana?
Untung :
di MI dan MTs Miftahul Ulum, Batang-batang,
Sumenep,
Madura.
***
Andy :
Jadi waktu itu nggak dibayar?
Untung :
Dibayar Rp 5.000,-
Andy :
Dan diterima dengan suka cita?
Untung :
Iya
***
Andy :
Anda bahagia?
Untung :
Alhamdulillah.
Andy :
Status Anda sekarang guru tetap atau guru
honorer?
Untung :
Guru honorer.
Dialog di atas telah
memenuhi maksim kuantitas karena mitra tutur menjawab pertanyaan dengan
secukupnya, memberikan jawaban seinformatif mungkin dan tidak melebihi yang
dibutuhkan. Penutur bertanya singkat dan jelas, maka si lawan tutur juga
menjawab dengan benar, dan seperlunya.
2) Pelanggaran
Andy :
Sudah berapa lama menjadi guru?
Untung : mulai tahun 1992 dengan kondisi tanpa
tangan seperti ini.
***
Andy : Kondisi fisik Anda seperti ini sejak
lahir?
Untung
: Ya sejak lahir. Dulunya sebenarnya orang tua saya melarang saya untuk sekolah
karena orang tua saya malu. Sampai bertanya, kamu mau sekolah dengan seperti itu gimana?
Akhirnya saya bertekad ikut kakak saya tanpa memberitahukan orang tua saya
masuk di SDN 2 Batang-Batang.
***
Andy :
Milih gampang tapi apakah dia mau?
Untung :
Katanya sih, katanya setelah sampai akad nikah dilaksanakan
dia cerita ketika saya kenal sampean tiap malam saya tidak bisa melupakan wajah
sampean.
Percakapan di atas melanggar maksim kuantitas karena lawan tutur
menjawab pertanyaan yang lebih dari pertanyaan yang telah diajukan penutur.
Tidak menjawab respon secukupnya, artinya melebihkan jawaban.
b. Maksim Kualitas
1) Pemenuhan
Andy : Saya mohon maaf nih, biasanya guru
menulis di papan tulis, memberikan nilai ujian, dan ulangan. Dengan kondisi
seperti ini bagaimana Anda bisa melaksanakan tugas sebagai seorang guru?
Untung :
Ya semuanya saya laksanakan dengan menggunakan kaki, menulis di papan tulis
memakai kaki, mengisi data nilai pakai kaki, bahkan mengerjakan administrasi
kantor pakai kaki.
***
Andy :
Lalu bagaimana ceritanya Pak Untung bisa menjadi guru? Dan pakai ijazah apa?
Untung : Pada mulanya di lembaga kami, MI Miftahul
Ulum itu pada mulanya
tidak ada bayaran jadi semua yang lulusan
PGA, SGO itu biasanya
pada zaman itu tidak mau mengajar karena
memang tidak ada bayarannya.
Andy :
Tapi kenapa Pak Untung mau?
Untung :
Sebenarnya saya termotivasi dengan cerita guru saya tentang Kiai Haji Wasid
Hasyim, K.H. Ahmad Dahlan, Ki Hajar Dewantara. Mereka mengajar tanpa pamrih.
Saya ingin meniru jejak beliau.
Percakapan di atas telah
memenuhi maksim kualitas karena lawan tutur memberikan informasi yang benar dan
meyakinkan. Pertanyaan Andy ke Untung dijawab dengan benar dan meyakinkan,
sesuai dengan fakta yang Untung alami.
c. Maksim Hubungan
1) Pemenuhan
Andy : Apa
kabar Pak Untung?
Untung : Baik
Andy : Apa
benar Anda seorang guru?
Untung : Insya Allah benar
Andy :
Guru dimana?
Untung :
di MI dan MTs Miftahul Ulum, Batang-batang, Sumenep,
Madura.
Andy : Ngajar apa Pak Untung?
Untung : Pertama ketika saya keluar pesantren saya
mengajar bahasa Arab, setelah itu Al quran dan hadist, kemudian di pelajaran
umum IPS, fiqih, aqidah sekaligus PPKN.
Andy : Banyak sekali ya.
Untung : Iya
Percakapan di atas telah
memenuhi maksim hubungan, pertanyaan dan jawaban saling berhubungan. Pada
percakapan di atas, penutur bertanya dan lawan tutur wajib untuk menjawab, dan
jawaban yang disampaikan Pak Untung berhubungan dengan pertanyaan Kick Andy.
Berhubungan dengan informasi dan topik pertanyaannya.
2) Pelanggaran
Andy :
Sudah berapa lama menjadi guru?
Untung :
mulai tahun 1992 dengan kondisi tanpa tangan seperti ini.
***
Andy :
Lalu bagaimana ceritanya Pak Untung bisa menjadi guru? Dan pakai ijazah apa?
Guru :
Pada mulanya di lembaga kami, MI Miftahul Ulum itu pada mulanya tidak ada
bayaran jadi semua yang lulusan PGA, SGO itu biasanya pada zaman itu tidak mau
mengajar karena memang tidak ada bayarannya.
Percakapan di atas tidak
sesuai dengan maksim hubungan atau relevansi karena tidak ada hubungannya
antara pertanyaan dengan jawaban. Pada percakapan di atas Andy bertanya berapa
lama menjadi guru tetapi Untung menjawab sejak pertama kali menjadi guru pada
tahun 1992.
d. Maksim Cara
Pelanggaran
Andy :
Tapi kenapa Pak Untung mau?
Untung :
Sebenarnya saya termotivasi dengan cerita guru saya tentang Kiai Haji Wasid
Hasyim, K.H. Ahmad Dahlan, Ki Hajar Dewantara. Mereka mengajar tanpa pamrih.
Saya ingin meniru jejak beliau.
Dialog di atas melanggar maksim cara karena Pak Untung
tidak hanya memberikan sumbangan informasi yang tidak memadai (melanggar maksim
kuantitas), tetapi juga menyampaikan informasi secara berbelit-belit (melanggar
maksim cara).
2. Prinsip Kesantunan
a. Prinsip Kesimpatian
Untung : Pada mulanya di lembaga kami, MI Miftahul Ulum itu
pada mulanya tidak ada bayaran jadi semua yang lulusan PGA, SGO itu biasanya
pada zaman itu tidak mau mengajar karena memang
tidak ada bayarannya.
Andy :Tapi kenapa Pak
Untung mau?
Untung : Sebenarnya saya termotivasi dengan cerita
guru saya tentang Kiai Haji Wasid Hasyim, K.H. Ahmad Dahlan, Ki Hajar
Dewantara. Mereka mengajar tanpa pamrih. Saya ingin meniru jejak beliau.
Dialog di atas merupakan prinsip kesantunan, karena
Untung menjelaskan mengapa dia bisa mengajar di sekolahnya saat ini. Lalu ketika
Andy mendengar penjelasan Untung, Andy merasa simpati “Tapi kenapa Pak Untung
mau” dari kalimat tersebutlah terlihat kesimpatian dari Kick Andy.
3. SPEAKING
Tempat percakapan di studio MetroTv, waktunya tidak
tahu karena boleh mengambil dari youtube. Situasi yang tergambar dalam dialog
Kick Andy Show- Guru Cacat Pemberi semangat, sangat terlihat sekali situasi
pada acara tersebut (dialog) tersebut situasi yang menyenangkan, dan
mengharukan. Pihak yang terlibat dalam Show tersebut ialah Kick Andy sebagai pewawancara
dan Untung sebagai narasumber, yakni seorang guru cacat tetapi penuh semangat. Maksud
dan tujuan dari dialog yang terdapat dalam acara Kick Andy show ialah guru (pak
Untung) yang menceritakan kisah hidup dan perjuangannya untuk menjadi guru. Pada
percakapan tersebut terjadi pada acara nonformal, pada acara show yaitu Kick
Andy Show. Dialog yang terdapat pada Show tersebut ialah berisi tentang topic
pembicaraan seorang guru. Guru cacat pemberi semangat. Pada dialog tersebut
terlihat jelas apa yang disampaikan seorang guru yang cacat dan penanya (Kick
Andy) sama-sama semangat, dan mampu menghibur. Instrument pada dialog tersebut
ialah jalur lisan, bertemu langsung dan saling bercakap-cakap. Norma pada
dialog tersebut tidak mengarah ke sesuatu yang buruk akan tetapi mengarah pada
hal yang sangat baik, dan positif. Genre pada dialog tersebut ialah berupa
dialog interaktif antara penutur (pewawancara), dan lawan tutur (narasumber;
guru cacat pemberi semangat)
D. Simpulan
Dalam berbahasa, dalam berkomunikasi tentu harus ada
penutur, lawan tutur, dan topik pembicaraan. Hal tersebut merupakan hal
terpenting dalam sebuah komunikasi, agar berjalan dengan baik dan efektif.
Dalam berkomunikasi bukan hanya mengenai keefektikan dan keefisienan saja akan
tetapi dalam berbahasa, berkomunikasi harus menggunakan prinsip kerjasama agar
terciptanya komunikasi yang lebih baik. Selain itu juga, agar informasi dan
jawaban dapat diterima dengan baik. Dalam berbahasa, berkomunikasi bukan hanya
tentang prinsip kerjasama saja tetapi ada prinsip kesantunan, sebab kesantunan
sangat diperlukan dan menjadi hal yang sangat penting agar tercipta dan
terjalin hubungan yang baik pula antara penutur dan lawan tutur.
Pada dialog yang ada pada Kick Andy Show, ialah maksim
kuantitas berjumlah tiga sedangkan pelanggarannya berjumlah dua. Pada maksim
kualitas pemenuhannya berjumlah dua. Pada maksim relevansi berjumlah satu dan
pelanggarannya satu. Pada maksim cara hanya terdapat satu pelanggaran.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik.
Jakarta: Rineka Cipta
Rahadi,
Kunjana. 2010. Pragmatik Kesantunan
Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar