Minggu, 27 September 2015

PENGGUNAAN BAHASA YANG DISESUAIKAN DENGAN KASTA DI MASYARAKAT BALI, KLUNGKUNG



(IKA NURMAWATI, MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA  DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA)

  1. Pendahuluan
Bahasa adalah alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya bahasa proses sosialiasi tidak akan berjalan dengan baik dan lancar. Bahasa merupakan hal yang paling penting yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia. Bahasa dapat mempengaruhi manusia. Kalau penutur ingin menyampaikan sesuatu dan penutur ingin mengetahui respond si pendengar, maka si penutur bisa melihat umpan balik, yang dapat terwujud melalui perilaku tertentu yang dilakukan pendengar setelah mendengar ucapan atau ujaran yang disampaikan oleh penutur atau pembicara.
Bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal. Kajian secara internal yaitu pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, seperti struktur fonologisnya, struktur morfologisnya atau struktur sintaksisnya. Sedangkan kajian secara eksternal, kajian itu dilakukan terhadap faktor-faktor yang berada di luar bahasa itu sendiri.[1]
Sistem bahasa bisa berupa lambang-lambang dalam bentuk bunyi. Artinya lambang-lambang itu berbentuk bunyi yang setiap lambangnya melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep, karena setiap lambang bunyi memiliki atau menyatakan makna maka dapat disimpulkan setiap satuan ujaran bahasa memiliki makna.[2]
Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari bahasa di dalam masyarakat. Pokok pembahasaan sosiolinguistik ialah hubungan antara bahasa dengan penggunaannya di dalam masyarakat. Lalu hubungan yang bagaimanakah yang terdapat dalam bahasa dengan masyarakat? Adanya hubungan bahasa dengan masyarakat bisa terjadi karena bentuk-bentuk bahasa tertentu yang disebut dengan variasi, ragam atau dialek yang penggunaannya untuk fungsi-fungsi tertentu di dalam masyarakat.[3]

  1. Kajian Teori
Bahasa dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Lalu adakah hubungannya antara bahasa dengan tingkat sosial di masyarakat? Terkadang bahasa dan tingkat sosial di masyarakat memang saling berhubungan. Ada perbedaan penggunaan bahasa karena tingkat sosial yang dimiliki oleh seseorang.
Adanya tingkatan masyarakat dapa dilihat dari dua segi. Pertama yaitu dari segi kebangsawanan, kedua dari segi kedudukan sosial yang ditandai dengan tingkatan pendidikan dan keadaan perekonomian yang dimiliki. Antara kebangsawanan dan pendidikan pun akan mempengaruhi bahasa yang digunakan oleh seseorang. Kedudukan sosial yang ditandai dengan pendidikan dapat mempengaruhi dan berhubungan dengan pengunaan bahasa, karena bahasa seseorang tercermin dari tingkat pendidikannya. Jika pendidikan seseorang tinggi, maka orang itu mampu berbicara dan berbahasa dengan baik dan benar sesuai dengan fungsi dan norma yang berlaku. Hubungan antara kebangsawanan dan bahasa dapat dibedakan menjadi beberapa tingkat. Kuntjaraningrat (1967:245) membagi masyarakat Jawa atas empat tingkat, yaitu wong cilik, wong sudagar, priyayi dan ndara. Berdasarakan tingkat-tingkat itu, maka dalam masyarakat tutur bahasa Jawa terdapat berbagai variasi bahasa yang digunakan sesuai dengan tingkat sosialnya. Pihak yang tingkat sosialnya lebih rendah menggunakan tingkat bahasa yang lebih tinggi, yaitu krama dan yang tingkat sosialnya lebih tinggi menggunakan tingkat bahasa yang lebih rendah, yaitu ngoko. Variasi bahasa yang penggunaannya didasarkan pada tingkat-tingkat sosial ini dikenal dalam bahasa Jawa dengan istilah undak usuk. Adanya tingkat-tingkat bahasa ini menyebabkan penutur di masyarakat tutur bahasa Jawa mengetahui kedudukan tingkat sosialnya terhadap lawan bicaranya.[4]
Undak usuk bahasa Jawa terbagi menjadi dua yaitu krama  untuk tingkat tinggi dan ngoko untuk tingkat rendah. Uhleenbeck (1970) seorang pakar bahasa Jawa membagi tingkat tingkat variasi bahasa Jawa menjadi tiga, yaitu krama, madya, dan ngoko. Lalu masing-masing diperinci lagi menjadi muda krama, kramantara, dan wreda krama madyangako, madyantara dan madya karma; ngoko sopan dan ngoko andhap.
Suku Bali sebagai salah satu dari ratusan suku bangsa yang ada di wilayah Indonesia. Bahasa Bali tergolong sebagai salah satu bahasa daerah yang masih hidup dan berkembang, dilindungi dan dipelihara oleh negara. Dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa Bali sebagai penunjang bahasa nasional, sudah sepantasnya mendapat perhatian agar bahasa Bali dapat dibina dan dilestarikan.
Bahasa Bali berasal dari kata “Bal” dalam bahasa Sansekerta yang artinya “kekuatan”, jadi kata “Bali” berarti “pengorbanan” yang berarti supaya kita tidak melupakan kekuatan kita. Supaya kita selalu siap untuk berkorban. Sebagai bahasa, bahasa Bali merupakan bahasa warisan budaya Bali yang sangat penting yang harus dilestarian dan dikembangkan. Hal ini hendaknya menjdai kewajiban seluruh generasi manusia Bali untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya, serta mentransformasikan  dalam  konteks tuntutan perkembangan zaman.
Desa Ped (Kabupaten Klungkung) berbataskan di sebelah utara dengan laut; di sebelah Barat dengan desa Toyah Pakeh; di sebelah Selatan dengan desa Klumpu; dan di sebelah Timur dengan desa Kutampi. Luas wilayahnya diperkirakan 1.855, 308 ha. Jumlah penduduknya mencapai 2.529 jiwa. Sebagai alat komunikasi sehari-hari penduduk desa setempat menggunakan bahasa Bali halus. Dalam hal-hal tertentu dipergunakan pula bahasa Indonesia.[5]
Sehubungan dengan undak usuk ini bahasa Bali terutama di daerah Klungkungan, Bali bagian Timur terbagi menjadi tiga, yaitu yang pertama bahasa alus singgih (ASI) merupakan bahasa tertinggi atau bahasa yang paling halus. Kedua, bahasa alus mider (AMI) merupakan bahasa yang kedudukannya berada di tengah-tengah, tidak tinggi dan tidak rendah. Ketiga, bahasa alus sor (ASO) merupakan bahasa yang kedudukannya lebih rendah. Ketiga bahasa itulah yang mampu membedakan tingkat sosial seseorang di dalam masyarakat.

C.    Hasil   
            Di daerah Bali penggunaan bahasa Bali masih disesuaikan dengan kasta. Seperti yang kita ketahui dalam agama Hindu terdapat empat golongan, yaitu.
1.     Kasta Brahmana merupakan golongan yang tertinggi yang paling dihormati dan biasanya jika ditinjau dari kelahirannya, mempunyai kedudukan tinggi sebagai guru yang memberikan pencerahan kerohanian. Golongan brahmana ini terdiri dari pendeta dan rohaniawan.
2.     Kasta Ksatria merupakan golongan yang terdiri dari keturunan raja-raja yang sangat berpengaruh dalam bidang kepemerintahan dan politik.
3.     Kasta Waisya merupakan golongan yang terdiri dari orang-orang yang telah memiliki pekerjaan dan harta benda sendiri.
4.     Kasta Sudra merupakan golongan yang terdiri dari rakyat jelata dan pekerja kasar.
Bahasa Bali ternyata masih menggunakan bahasa sesuai dengan kastanya, namun tidak semua daerah di Bali menggunakan bahasa sesuai dengan kastanya. Di Bali bagian Timur, Klungkung, Semarapura Klod Kangin masih menggunakan bahasa sesuai dengan kastanya. Jika kasta Brahmana berbicara dengan kasta Sudra, maka yang berbicara dari kasta Brahmana harus menggunakan bahasa yang lebih rendah. Namun jika kasta Waisya berbicara dengan kasta Brahmana maka harus menggunakan bahasa yang lebih tinggi atau halus.
Di Bali terdapat tiga bahasa halus, atau yang biasa disebut dengan basa alus. Tiga macam basa Bali yaitu.
  1. Basa alus singgih (ASI) merupakan bahasa Bali alus atau hormat yang hanya dapat digunakan oleh pembicara untuk menghormati atau memuliakan orang yang patut dihormati atau dimuliakan. Basa alus singgih ini biasanya digunakan oleh kasta Brahmana yang terdiri dari pendeta dan rohaniawan.
  2. Basa alus mider (AMI) merupakan bahasa Bali alus atau hormat yang memiliki nilai rasa tinggi atau sangat hormat yang dapat digunakan untuk golongan bawah dan juga untuk golongan atas.
  3. Basa alus sor (ASO) merupakan bahasa Bali tingkatan bahasa Bali alus atau hormat yang mengenai diri sendiri atau digunakan untuk merendahkan diri sendiri dan juga untuk orang lain atau objek yang dibicarakan yang patut direndahkan atau bisa juga karena status sosialnya yang dianggap lebih rendah dari orang yang diajak bicara.
Penggunaan basa Bali sesuai kasta masih digunakan terutama bagi mereka yang beragama Hindu. Jika ada seseorang yang berasal dari Brahmana berbicara dengan kasta Waisya, maka orang yang berkasta Waisya harus menggunakan bahasa halus tingkat pertama atau bahasa tinggi agar tidak terjadi salah paham dan terjadinya pertengkaran. Jika ada kasta yang lebih rendah tidak menggunakan bahasa yang lebih halus dengan kasta yang lebih tinggi, maka kasta yang lebih tinggi akan merasa tidak dihormati dan akan marah.


Contoh kata bahasa Bali
Basa Alus Singgih
Basa Alus Mider
Basa Alus Sor
Artinya
Tiang
Titiang
Yang
Saya
Ragoe
Atu
Nyai
Kamu
Merayunan
Ngajeng
Nunas
Makan
Biang atau uti
Ibu
Meme
Ibu
Ajik
Ajung
Bapo atau bapak
Bapak
Seda
Padem
Padem
Mati
Mantuk

Budal
Pulang
Ngandika
Ngenike
Matur
Berbicara
Ngaksi

Ngatanong
Melihat
Mireng

Miragi
Mendengar
Gria
Pondok
Pacanggahan
Rumah
Mekolem
Sirep

Tidur
Lungo

Megedi
Pergi
Gatra
Kabare
Kabare
Kabar

Contoh kalimat bahasa Bali
Basa Alus Singgih
Basa Alus Mider
Basa Alus Sor
Artinya
Sampun merayunan?
Ampun ngajeng?
Sube nunas?
Sudah makan?
Sapusire parabane?
Sira wastan ipun?
Nyen adan ragane?
Siapa nama kamu?
Sapunapi gatra?
Kenken kabare?
Engken kabare?
Apa kabarmu?



  1. Simpulan
Di Bali, Klungkung merupakan wilayah yang masih menggunakan bahasa Bali sesuai dengan kastanya. Di wilayah Klungkung menggunakan bahasa Bali halus sebagai alat komunikasi sehari-hari. Bahasa Bali halus (Basa Alus) terbagi menjadi tiga, yaitu Basa Alus Singgih (ASI), Basa Alur Mider (AMI), Basa Alus Sor (ASO). Penggunaan bahasa tersebut harus disesuaikan dengan kasta yang dimilikinya. Jika seseorang berkasta Sudra berbicara dengan kasta yang sama, maka menggunakan Basa Alus Sor. Namun, jika seseorang berkasta Waisya berbicara dengan kasta Brahmana harus menggunakan Basa Alus Singgih, untuk menghormati dan menghargai yang berkasta lebih tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta
I Made Denes, dkk. 1985. Geografi Dialek Bahasa Bali. (Jakarta: Pusat Pembinaan
dan  Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan)                      
ALAMAT WEB


[1] Abdul Chaer. Sosiolinguistik. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 1.
[2] Ibid., hlm 12
[3] Ibid., hlm 38
[4] Abdul Chaer. Sosiolinguistik. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 40
[5] I Made Denes., et al. Geografi Dialek Bahasa Bali. (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985) hlm 20-21

Tidak ada komentar: