(IKA NURMAWATI, MAHASISWA
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA)
- Pendahuluan
Bahasa adalah alat yang
digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam kehidupan
sehari-hari. Tanpa adanya bahasa proses sosialiasi tidak akan berjalan dengan
baik dan lancar. Bahasa merupakan hal yang paling penting yang dimiliki oleh
setiap manusia di dunia. Bahasa dapat mempengaruhi manusia. Kalau penutur ingin
menyampaikan sesuatu dan penutur ingin mengetahui respond si pendengar, maka si
penutur bisa melihat umpan balik, yang dapat terwujud melalui perilaku tertentu
yang dilakukan pendengar setelah mendengar ucapan atau ujaran yang disampaikan
oleh penutur atau pembicara.
Bahasa dapat dikaji
secara internal dan eksternal. Kajian secara internal yaitu pengkajian itu
hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, seperti struktur
fonologisnya, struktur morfologisnya atau struktur sintaksisnya. Sedangkan kajian
secara eksternal, kajian itu dilakukan terhadap faktor-faktor yang berada di
luar bahasa itu sendiri.[1]
Sistem bahasa bisa
berupa lambang-lambang dalam bentuk bunyi. Artinya lambang-lambang itu
berbentuk bunyi yang setiap lambangnya melambangkan sesuatu yang disebut makna
atau konsep, karena setiap lambang bunyi memiliki atau menyatakan makna maka
dapat disimpulkan setiap satuan ujaran bahasa memiliki makna.[2]
Sosiolinguistik
merupakan ilmu yang mempelajari bahasa di dalam masyarakat. Pokok pembahasaan
sosiolinguistik ialah hubungan antara bahasa dengan penggunaannya di dalam
masyarakat. Lalu hubungan yang bagaimanakah yang terdapat dalam bahasa dengan
masyarakat? Adanya hubungan bahasa dengan masyarakat bisa terjadi karena bentuk-bentuk
bahasa tertentu yang disebut dengan variasi, ragam atau dialek yang
penggunaannya untuk fungsi-fungsi tertentu di dalam masyarakat.[3]
- Kajian Teori
Bahasa dan masyarakat
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Lalu adakah hubungannya antara
bahasa dengan tingkat sosial di masyarakat? Terkadang bahasa dan tingkat sosial
di masyarakat memang saling berhubungan. Ada perbedaan penggunaan bahasa karena
tingkat sosial yang dimiliki oleh seseorang.
Adanya tingkatan
masyarakat dapa dilihat dari dua segi. Pertama yaitu dari segi kebangsawanan,
kedua dari segi kedudukan sosial yang ditandai dengan tingkatan pendidikan dan
keadaan perekonomian yang dimiliki. Antara kebangsawanan dan pendidikan pun
akan mempengaruhi bahasa yang digunakan oleh seseorang. Kedudukan sosial yang
ditandai dengan pendidikan dapat mempengaruhi dan berhubungan dengan pengunaan
bahasa, karena bahasa seseorang tercermin dari tingkat pendidikannya. Jika
pendidikan seseorang tinggi, maka orang itu mampu berbicara dan berbahasa dengan
baik dan benar sesuai dengan fungsi dan norma yang berlaku. Hubungan antara
kebangsawanan dan bahasa dapat dibedakan menjadi beberapa tingkat. Kuntjaraningrat
(1967:245) membagi masyarakat Jawa atas empat tingkat, yaitu wong cilik, wong sudagar, priyayi dan ndara. Berdasarakan tingkat-tingkat
itu, maka dalam masyarakat tutur bahasa Jawa terdapat berbagai variasi bahasa
yang digunakan sesuai dengan tingkat sosialnya. Pihak yang tingkat sosialnya
lebih rendah menggunakan tingkat bahasa yang lebih tinggi, yaitu krama dan yang tingkat sosialnya lebih
tinggi menggunakan tingkat bahasa yang lebih rendah, yaitu ngoko. Variasi bahasa yang penggunaannya didasarkan pada
tingkat-tingkat sosial ini dikenal dalam bahasa Jawa dengan istilah undak usuk. Adanya tingkat-tingkat
bahasa ini menyebabkan penutur di masyarakat tutur bahasa Jawa mengetahui
kedudukan tingkat sosialnya terhadap lawan bicaranya.[4]
Undak usuk
bahasa Jawa terbagi menjadi dua yaitu krama
untuk tingkat tinggi dan ngoko untuk tingkat rendah. Uhleenbeck (1970)
seorang pakar bahasa Jawa membagi tingkat tingkat variasi bahasa Jawa menjadi
tiga, yaitu krama, madya, dan ngoko. Lalu masing-masing diperinci
lagi menjadi muda krama, kramantara,
dan wreda krama madyangako, madyantara dan madya karma; ngoko sopan dan
ngoko andhap.
Suku Bali
sebagai salah satu dari ratusan suku bangsa yang ada di wilayah Indonesia.
Bahasa Bali tergolong sebagai salah satu bahasa daerah yang masih hidup dan
berkembang, dilindungi dan dipelihara oleh negara. Dalam hubungannya dengan bahasa
Indonesia, bahasa Bali sebagai penunjang bahasa nasional, sudah sepantasnya
mendapat perhatian agar bahasa Bali dapat dibina dan dilestarikan.
Bahasa Bali
berasal dari kata “Bal” dalam bahasa Sansekerta yang artinya “kekuatan”, jadi
kata “Bali” berarti “pengorbanan” yang berarti supaya kita tidak melupakan
kekuatan kita. Supaya kita selalu siap untuk berkorban. Sebagai bahasa, bahasa
Bali merupakan bahasa warisan budaya Bali yang sangat penting yang harus
dilestarian dan dikembangkan. Hal ini hendaknya menjdai kewajiban seluruh
generasi manusia Bali untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya, serta
mentransformasikan dalam konteks tuntutan perkembangan zaman.
Desa
Ped (Kabupaten Klungkung) berbataskan di sebelah utara dengan laut; di sebelah
Barat dengan desa Toyah Pakeh; di sebelah Selatan dengan desa Klumpu; dan di
sebelah Timur dengan desa Kutampi. Luas wilayahnya diperkirakan 1.855, 308 ha.
Jumlah penduduknya mencapai 2.529 jiwa. Sebagai alat komunikasi sehari-hari
penduduk desa setempat menggunakan bahasa Bali halus. Dalam hal-hal tertentu
dipergunakan pula bahasa Indonesia.[5]
Sehubungan
dengan undak usuk ini bahasa Bali
terutama di daerah Klungkungan, Bali bagian Timur terbagi menjadi tiga, yaitu
yang pertama bahasa alus singgih (ASI) merupakan bahasa tertinggi atau bahasa
yang paling halus. Kedua, bahasa alus mider (AMI) merupakan bahasa yang
kedudukannya berada di tengah-tengah, tidak tinggi dan tidak rendah. Ketiga,
bahasa alus sor (ASO) merupakan bahasa yang kedudukannya lebih rendah. Ketiga
bahasa itulah yang mampu membedakan tingkat sosial seseorang di dalam
masyarakat.
C. Hasil
Di
daerah Bali penggunaan bahasa Bali masih disesuaikan dengan kasta. Seperti yang
kita ketahui dalam agama Hindu terdapat empat golongan, yaitu.
1.
Kasta
Brahmana merupakan golongan yang tertinggi yang paling dihormati dan biasanya
jika ditinjau dari kelahirannya, mempunyai kedudukan tinggi sebagai guru yang
memberikan pencerahan kerohanian. Golongan brahmana ini terdiri dari pendeta
dan rohaniawan.
2.
Kasta
Ksatria merupakan golongan yang terdiri dari keturunan raja-raja yang sangat
berpengaruh dalam bidang kepemerintahan dan politik.
3.
Kasta
Waisya merupakan golongan yang terdiri dari orang-orang yang telah memiliki
pekerjaan dan harta benda sendiri.
4.
Kasta
Sudra merupakan golongan yang terdiri dari rakyat jelata dan pekerja kasar.
Bahasa Bali
ternyata masih menggunakan bahasa sesuai dengan kastanya, namun tidak semua
daerah di Bali menggunakan bahasa sesuai dengan kastanya. Di Bali bagian Timur,
Klungkung, Semarapura Klod Kangin masih menggunakan bahasa sesuai dengan
kastanya. Jika kasta Brahmana berbicara dengan kasta Sudra, maka yang berbicara
dari kasta Brahmana harus menggunakan bahasa yang lebih rendah. Namun jika
kasta Waisya berbicara dengan kasta Brahmana maka harus menggunakan bahasa yang
lebih tinggi atau halus.
Di Bali terdapat tiga
bahasa halus, atau yang biasa disebut dengan
basa alus. Tiga macam basa Bali yaitu.
- Basa alus singgih (ASI) merupakan bahasa Bali alus atau hormat yang hanya dapat digunakan oleh pembicara untuk menghormati atau memuliakan orang yang patut dihormati atau dimuliakan. Basa alus singgih ini biasanya digunakan oleh kasta Brahmana yang terdiri dari pendeta dan rohaniawan.
- Basa alus mider (AMI) merupakan bahasa Bali alus atau hormat yang memiliki nilai rasa tinggi atau sangat hormat yang dapat digunakan untuk golongan bawah dan juga untuk golongan atas.
- Basa alus sor (ASO) merupakan bahasa Bali tingkatan bahasa Bali alus atau hormat yang mengenai diri sendiri atau digunakan untuk merendahkan diri sendiri dan juga untuk orang lain atau objek yang dibicarakan yang patut direndahkan atau bisa juga karena status sosialnya yang dianggap lebih rendah dari orang yang diajak bicara.
Penggunaan basa Bali
sesuai kasta masih digunakan terutama bagi mereka yang beragama Hindu. Jika ada
seseorang yang berasal dari Brahmana berbicara dengan kasta Waisya, maka orang
yang berkasta Waisya harus menggunakan bahasa halus tingkat pertama atau bahasa tinggi agar tidak terjadi
salah paham dan terjadinya pertengkaran. Jika ada kasta yang lebih rendah tidak
menggunakan bahasa yang lebih halus dengan kasta yang lebih tinggi, maka kasta
yang lebih tinggi akan merasa tidak dihormati dan akan marah.
Contoh
kata bahasa Bali
Basa
Alus Singgih
|
Basa
Alus Mider
|
Basa
Alus Sor
|
Artinya
|
Tiang
|
Titiang
|
Yang
|
Saya
|
Ragoe
|
Atu
|
Nyai
|
Kamu
|
Merayunan
|
Ngajeng
|
Nunas
|
Makan
|
Biang
atau uti
|
Ibu
|
Meme
|
Ibu
|
Ajik
|
Ajung
|
Bapo
atau bapak
|
Bapak
|
Seda
|
Padem
|
Padem
|
Mati
|
Mantuk
|
|
Budal
|
Pulang
|
Ngandika
|
Ngenike
|
Matur
|
Berbicara
|
Ngaksi
|
|
Ngatanong
|
Melihat
|
Mireng
|
|
Miragi
|
Mendengar
|
Gria
|
Pondok
|
Pacanggahan
|
Rumah
|
Mekolem
|
Sirep
|
|
Tidur
|
Lungo
|
|
Megedi
|
Pergi
|
Gatra
|
Kabare
|
Kabare
|
Kabar
|
Contoh kalimat bahasa Bali
Basa
Alus Singgih
|
Basa
Alus Mider
|
Basa
Alus Sor
|
Artinya
|
Sampun
merayunan?
|
Ampun
ngajeng?
|
Sube
nunas?
|
Sudah
makan?
|
Sapusire parabane?
|
Sira
wastan ipun?
|
Nyen
adan ragane?
|
Siapa
nama kamu?
|
Sapunapi gatra?
|
Kenken
kabare?
|
Engken
kabare?
|
Apa
kabarmu?
|
- Simpulan
Di
Bali, Klungkung merupakan wilayah yang masih menggunakan bahasa Bali sesuai
dengan kastanya. Di wilayah Klungkung menggunakan bahasa Bali halus sebagai
alat komunikasi sehari-hari. Bahasa Bali halus (Basa Alus) terbagi menjadi
tiga, yaitu Basa Alus Singgih (ASI), Basa Alur Mider (AMI), Basa Alus Sor
(ASO). Penggunaan bahasa tersebut harus disesuaikan dengan kasta yang
dimilikinya. Jika seseorang berkasta Sudra berbicara dengan kasta yang sama,
maka menggunakan Basa Alus Sor. Namun, jika seseorang berkasta Waisya berbicara
dengan kasta Brahmana harus menggunakan Basa Alus Singgih, untuk menghormati
dan menghargai yang berkasta lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta
I Made Denes, dkk. 1985. Geografi Dialek Bahasa Bali. (Jakarta:
Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan)
ALAMAT WEB
[1] Abdul Chaer. Sosiolinguistik.
(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 1.
[4] Abdul Chaer. Sosiolinguistik.
(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 40
[5] I Made Denes., et al. Geografi Dialek Bahasa Bali. (Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1985) hlm 20-21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar