Hujan lebat bisa mengguyur rasa kehilangan yang akan mendatangkan luka. Tetap saja pahit, bukan? Kehilangan adalah takut yang tak terbilang jumlanya, sama dengan rintik hujan yang jatuh ke bumi, tidak pernah tahu berapa banyak air hujan yang telah jatuh dan membuat kami hanyut pada kenangan lalu menjadikannya kehilangan.
Melepaskan adalah kehilangan yang jatuh berdebam di jantungku. Meski
semua adalah takdir-Nya. Walau semua sudah direncanakan-Nya. Kehilangan adalah
melepaskan kalian dengan ribuan doa dan harapan.
“Kehilangan bukanlah akhir dari segalanya. Kita masih bisa bercanda
tawa seperti masa kita di waktu dulu. Kita masih bisa berebut remot, mengganti
channel TV. Kita masih bisa duduk sambil bertatap-tatapan lalu menjahili satu
sama lain,” kata kakak lelaki pertamaku. “Kehilangan yang kita rasakan bukan
kehilangan abadi. Masih ada cara untuk mempertemukan kita pada bilik sederhana
namun penuh kisah kasih,” kata kakak lelaki keduaku.
Aku berusaha menyeka air mataku. Sesak dan pilu merembet di sekujur
tubuhku. Entah, mengapa semakin dewasa aku akan merasakan kehilangan. Semakin
dewasa, aku akan memahami kehilangan. Semakin dewasa, aku pun akan meninggalkan
orang-orang terdekatku hingga menjadi kehilangan yang tak dapat ditebak kapan
kehilangan itu akan datang.
“Kehilangan
adalah semacam rindu pada masa lampau lalu kita hanya bisa mengingat dan
mengenangnya. Kehilangan ialah merelakan dan mengikhlaskan orang-orang yang
akan meninggalkan kita dalam waktu sebentar, lama, atau bahkan selamanya.”
Lagi-lagi hujan jatuh tepat pada rasa kehilangan yang membuatku basah pada
ingatan masa lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar