Sabtu, 08 Oktober 2016

Kehilangan


Hujan lebat bisa mengguyur rasa kehilangan yang akan mendata­ngkan luka. Tetap saja pahit, bukan? Kehilangan adalah takut yang tak terbilang jumlanya, sama dengan rintik hujan yang jatuh ke bumi, tidak pernah tahu berapa banyak air hujan yang telah jatuh dan membuat kami hanyut pada kenangan lalu menjadikannya ke­hilangan.

Melepaskan adalah kehilangan yang jatuh berdebam di jantungku. Meski semua adalah takdir-Nya. Walau semua sudah direncana­kan-Nya. Kehilangan adalah melepaskan kalian dengan ribuan doa dan harapan.

“Kehilangan bukanlah akhir dari segalanya. Kita masih bisa ber­canda tawa seperti masa kita di waktu dulu. Kita masih bisa ber­ebut remot, mengganti channel TV. Kita masih bisa duduk sambil bertatap-tatapan lalu menjahili satu sama lain,” kata kakak lelaki pertamaku. “Kehilangan yang kita rasakan bukan kehilangan ab­adi. Masih ada cara untuk mempertemukan kita pada bilik seder­hana namun penuh kisah kasih,” kata kakak lelaki keduaku.

Aku berusaha menyeka air mataku. Sesak dan pilu merembet di sekujur tubuhku. Entah, mengapa semakin dewasa aku akan merasakan kehilangan. Semakin dewasa, aku akan memahami kehilangan. Semakin dewasa, aku pun akan meninggalkan orang-orang terdekatku hingga menjadi kehilangan yang tak dapat dite­bak kapan kehilangan itu akan datang.

“Kehilangan adalah semacam rindu pada masa lampau lalu kita hanya bisa mengingat dan mengenangnya. Kehilangan ialah merelakan dan mengikhlaskan orang-orang yang akan mening­galkan kita dalam waktu sebentar, lama, atau bahkan selamanya.” Lagi-lagi hujan jatuh tepat pada rasa kehilangan yang membuatku basah pada ingatan masa lalu.

Tidak ada komentar: