Sabtu, 08 Oktober 2016

Layaknya Hujan, Rindu Datang Tiba-Tiba





Rindu adalah tetesan rasa dari dinding kokoh yang bernama hati. Selalu saja datang tiba-tiba, merembas dan membanjiri sekelumit peristiwa yang akan selalu terkenang. Rindu layaknya hujan yang datang tiba-tiba. Airnya jatuh membasahi segala yang ada di seki­tarnya. Saat kau berupaya untuk memakai jas hujan, payung dan perlengkapan ketika hujan, tetap saja percikan air hujan itu akan mengenai wajah, bukan?

Setiap embusan anginnya menyejukkan pikiran-pikiran kau ten­tang seorang laki-laki pilihan Allah yang selalu lekap dalam zaman; tidak pernah terlupakan dan akan selalu menjadi sebuah harapan untuk bertemu dengannya. Rintik hujannya ialah kisah-kisah ten­tang sesosok laki-laki yang berjalan penuh keyakinan dan ketegu­hannya dalam menjalankan amanah dari Allah.

Apalah arti rindu ini, jika kau hanya sebatas mengetahuinya melalu ayat-ayat cin­ta-Nya. Sebatas kau hanya mengetahui lewat lisan-lisan manusia yang senantiasa mengagumkan lelaki kekasih Allah. Sebatas kau hanya mengetahui melalui buku-buku atau bahan bacaan yang se­lalu membuatmu ingin bertemu dengan sesosok laki-laki itu.

“Aku rindu, layaknya hujan sore ini yang jatuh di atas tanah. Ada kalanya berhenti, ada kalanya juga kembali jatuh. Tetapi, tetap saja wangi hujan itu tetap tercium, sampai memasuki indra penciu­manku lalu otak yang akan menyimpannya. Seperti hujan sore ini, bahwa rindu datang tiba-tiba, menyelimuti seluruh kisah terbaik di muka bumi ini. Seperti hujan sore ini, mengalirkan rintik-rintik rindu dalam lantunan doa dan harapan ingin berjumpa. Aku rindu, padamu ya Rasulullah.”

Begitulah kata kau, rindu dalam hujan tentang Rasulullah. Kata kau saban hari, tidak hanya di waktu hujan saja rindu itu hadir, setiap hari rindu itu selalu hadir. Tetapi kata kau, setiap hujan turun rindu itu semakin menderas dan membasahi ingatanmu, bahkan boleh jadi membasahi pipimu.

“Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihat­ku tetapi mereka beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mere­ka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah meli­hatku.”

Kau selalu mengingat kalimat itu lantas kau bertanya dalam hati, “apakah aku termasuk di antaranya?” Kau hanya selalu berharap bisa mencintai lelaki pilihan Allah dengan cinta semurni-murninya cinta. Tetapi, kau tidak pernah tahu apakah Rasulullah mencin­taimu dan merindukanmu.

Tidak ada komentar: